Rabu, 24 September 2008

cerita sehari2


rekaman hidup
Du kannst immer nicht die Situation lenken aber du kannst dein Gedanke lenken, weil es keine Angst außer die Angst selbst gibt

Minggu, 21 September 2008

mars 2



Wanita ingin selalu mendengar kata cinta dari sang kekasih. Jika tidak, ia akan selalu bertanya2 tentang hal itu. Akan ada banyak prasangka yang akan timbul. Tetapi laki2 berpikir, bahwa rasa cinta itu tak perlu tuk selalu diucapkan ada banyak cara tuk melakukannya, seperti bekerja dengan giat sehingga memberikan hasil yang cukup tuk memenuhi kebutuhan orang yang ia kasihi. Mereka berkata “untuk apa aku bekerja keras seperti ini, jika aku tidak mencintainya?????” begitulah kira2 pemikiran mereka. Maafkan para wanita, karena mereka perpikir kalian tidak mencintai mereka.
Laki2 juga merupakan sosok yang rapuh. Terkadang mereka patah karena candaan dari orang yang dikasihi. Mungkin tak ada unsur kesengajaan dalam hal ini. Tapi terkadang seorang wanita bercanda di depan teman2nya tentang hal lucu atau bodoh yang dilakukan oleh pasangannya hanya untuk bercanda dan bahan tertawaan saja. Tapi hal ini benar2 bisa membuat laki2 terluka perasaannya. Ia merasa telah dipermalukan di depan orang lain. Dia merasa harga dirinya sebagai seorang laki2 sudah tidak ada lagi.
Laki2 juga menginginkan agar pasangannya memperhatikan penampilannya. Hal ini bukan bermaksud menyuruh para wanita untuk melangsingkan badannya, walaupun kadang2 hal ini juga penting. Tapi yang terpenting dalam hal ini adalah bahwa pasangannya mau menjaga penampilannya (tak peduli dia sudah mengalami kegemukan setelah melahirkan) bukan hanya di depan umum, tetapi juga di hadapannya. Karena jujur, kadang para wanita jika sudah menikah terkesan mulai tidak memperhatikan penampilan di depan pasangannya. Padahal laki2 berpikir mereka menginginkan wanita yang penampilannya seperti saat mereka mengenal mereka. Sedangkan wanita berpikir, kamu perlu tau siapa aku. Aku dan kamu sekarang adalah satu. Inilah aku, terimalah aku apa adanya jika kamu mencintaiku.
Jika ada yang berkata bahwa laki2 selalu berpikiran tentang seks, mungkin itu bisa benar. Tapi tak jarang laki2 yang baik, yang setia terhadap istri mereka akan berusaha untuk tidak memikirkan wanita lain. Terkadang mereka juga tidak menginginkan berpikiran tentang seks, tetapi terkadang hal itu dating begitu saja tanpa bisa dicegah. Hal ini kadang disebabkan oleh bayangan, ingatan akan masa lalu dan majalah yang dibaca.
Laki2 sungguh menanggung beban yang berat sekali dalam hal memberi nafkah. Meskipun sang istri bisa menghasilkan uang dan memenuhi kebutuhannya sendiri, namun tetap saja tugas mencari nafkah berada di pundaknya. Terima kasih wahai anak adam, karena usahamu untuk membahagiakan kami sangat kami hargai. Tak ada yang bisa kami lakukan kepadamu kecuali banyak terima kasih karena kasih sayang dan usahamu tuk selalu menjaga kami.

(terima kasih tuk para ayah yang selalu mengutamakan keluarganya……. Karena dirimulah kami bisa berdiri tegak hingga saat ini.)

Diambil dari buku Khusus untuk Wanita karya Shaunti Feldhahn

belajar tentang Cinta

Jika kamu mencintai seseorang, bebaskanlah ia.
Jika ia kembali, maka ia menjadi milikmu.
Tapi jika tidak………..
Maka sejak semula ia tidak pernah menjadi milikmu


Tak perlu mencari perhatiannya untuk mengetahui seberapa besar cintanya kepadamu.
Tak perlu tau smua hal tentangnya tuk sepenuhnya belajar percaya kepadanya.

Rabu, 17 September 2008

mars


ternyata da perbedaan antara pria dan wanita. kdang para wanita merasa tau pa yang da di hati pria. tp sebenarnya tidak ada yg benar2 tw. para pria lebih memilih dihormati dan tidak dicintai daripada dicintai tapi tidak dihormati. sedangkan wanita lebih memilih dicintai.
para wanita akan menyakiti hati pria apabila tidak memberikan kepercayaan padanya. jgn memberikan petunjuk atau memperingatkannya tentang hal yang harus dia lakukan, karena kadang mereka menyalahartikan bantuan yang kita berikan.
para pria akan merasa bangga jika mereka dipercaya dan bs menyelesaikan hal2 dengan tangannya sendiri.
jadi, 4 womem jglh perasaan mrk, krn sebenarnya mereka adalah orang2 yang rapuh...!!!!

Minggu, 14 September 2008


PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pragmatik
Seorang filosof dan ahli logika Carnap (1938) menjelaskan bahwa pragmatik mempelajari konsep-konsep abstrak. Pragmatik mempelajari hubungan konsep yang merupakan tanda. Selanjutnya Montague mengatakan bahwa pragmatik adalah studi mengenai „idexical“ atau „deictic“. Dalam pengertian ini pragmatik berkaitan dengan teori rujukan atau deiksis, yaitu pemakaian bahasa yang menunjuk pada rujukan tertentu menurut pemakaiannya. Pragmatik merupakan salah satu bidang kajian linguistik, bidang yang merupakan penelitian bagi para ahli bahasa. Pragmatik yang dimaksud sebagai bahan pengajaran bahasa atau yang disebut fungsi komunikatif, biasanya disajikan dalam ajaran bahsa asing.
Levinson (1983) dalam bukunya yang berjudul Pragmatics, memberikan beberapa batasan tentang pragmatik. Beberapa batasan yang dikemukakan Levinson antara lain mengatakan bahwa pragmatik adalah kajian hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. Dalam batasan ini berarti untuk memahami pemakaian bahasa kita dituntut memahami pula konteks yang mewadahi pemakaian bahasa tersebut. Batasan lain yang dikemukakan Levinson mengatakan bahwa pragmatik adalah kajian tentang kemampuan pemakai bahasa untuk mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu.
Leech (1983:6(dalam Gunawan 2004:2)) melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam bidang linguistik yang mempunyai kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini disebut semantisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik dan komplementarisme atau melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang yang saling melengkapi. Pragmatik dibedakan menjadi dua hal:
1. Pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan, ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu pragmatik sebagai bidang kajian linguistik dan pragmatik sebagai salah satu segi di dalam bahasa.
2. Pragmatik sebagai sesuatu yang mewarnai tindakan mengajar
Pragmatik pada dasarnya memperhatikan aspek-aspek proses komunikatif (Noss dan Llamzon, 1986). Menurut Noss dan Llamzon, dalam kajian pragmatik ada empat unsur pokok, yaitu hubungan antar peran, latar peristiwa, topik dan medium yang digunakan. Pragmatik mengarah kepada kemampuan menggunakan bahasa dalam berkomunikasi yang menghendaki adanya penyesuaian bentuk (bahasa) atau ragam bahasa dengan faktor-faktor penentu tindak komunikatif. Faktor-faktor tersebut yaitu siapa yang berbahasa, dengan siapa, untuk tujuan apa, dalam situasi apa, dalam konteks apa, jalur yang mana, media apa dan dalam peristiwa apa sehingga dapat disimpulkan bahwa pragmatik pada hakekatnya mengarah pada perwujudan kemampuan pemakai bahasa untuk menggunakan bahasanya sesuai dengan faktor-faktor penentu dalam tindak komunikatif dan memperhatikan prinsip penggunaan bahasa secara tepat.
Konsep-konsep yang berhubungan dengan pragmatik antara lain adalah tindak bahasa, implikatur percakapan, praaggapan dan deiksis.
Dalam kamus bahasa Indonesia edisi ketiga tahun 2005 disebutkan bahwa pragmatik adalah yang berkenaan dengan syarat-syarat yang mengakibatkan serasi tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi. Para pakar pragmatik mendefinisikan istilah ini secara berbeda-beda. Yule (1996;3) menyebutkan 4 definsi pragmatik, yaitu (1) bidang yang mengkaji makna pembicara, (2) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (3) bidang yang melabihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau ter komunikasikan oleh pembicara, dan (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu.
Thomas (1995;2) menyebut adanya kecenderungan dalam pragmatik terbagi menjadi dua bagian yaitu, pertama dengan menggunakan sudut pandang sosial, menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara. Kedua, dengan menggunakan sudut pandang kognitif, menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran. Selanjutnya Thomas (1995:22) dengan mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran, mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji makan dalam interaksi.
2.2 Pragmatik sebagai bahan pengajaran linguistik
Bidang linguistik yang disebut „pragmatik“ dalam linguistik Amerika merupakan bidang baru. Berikut akan dipaparkan sejarah dan latar belakang pemunculan pragmatik serta perbedaan antara pandangan pragmatik dan pandangan struktural
2.2.1 Sejarah dan Latar Belakang
Saat ini topik pragmatik sangat dikenal dalam linguistik. Padahal dahulu pragmatik dianggap tidak penting. Sikap ini berubah ketika pada akhir tahun 1950an Chomsky menemukan titik pusat sintaksis. Namun sebagai seorang struktualis ia masih menganggap makna terlalu rumit untuk dipikirkan dengan sungguh- sungguh. Pada permulaan tahun 1960 Katz dan kawan- kawannya (Katz dan Fodor, 1963; Katz dan Postal, 1964; Katz, 1964) mulai menemukan cara memasukkan makna ke dalam teori linguistik formal, dan tidak lama kemudian semangat “California atau bust” membuat pragmatik masih mencakup. Kemudian pada tahun 1971 lakoff dan lain- lainnya berargumentasi bahwa sintaksis tidak dapat dipisahkan dari studi penggunaan bahasa. Sejak saat itu pragmatik masuk dalam peta linguistik. Masuknya pragmatik dalam linguistik merupakan tahap akhir dalam gelombang ekspansi linguistik, dari sebuah ilmu sempit yang mengurusi data fisik bahasa, menjadi suatu disiplin ilmu yang luas yang meliputi bentuk, makna dalam konteks. Tetapi, ini tahap perkembangan jalur utama aliran linguistik di belahan Amerika. Pada 1940-an di belahan Eropa sudah berkembang kegiatan mengkaji bahasa dengan mempertimbangkan makna dan situasi (aliran praha, aliran firth) dan pada tahun 1960-an Halliday megembangkan teori sosial mengenai bahasa.
Munculnya istilah pragmatik dapat dihubungkan dengan seorang filsuf yang bernama Charles Morris (1938). Ia sebenarnya mengolah kembali pemikiran para filsuf pendahulunya seperti Locke dan Peirce mengenai semiotik (ilmu tanda dan lambang). Oleh Morris semiotik dibagi menjadi tiga cabang : sintaksis, semantik, dan pragmatik. Sintaksis mempelajari hubungan formal antara tanda-tanda, semantik mempelajari hubungan antara tanda dengan obyek, dan pragmatik mengkaji hubungan antara tanda dengan penafsir. Tanda-tanda yang dimaksud di sini adalah tanda bahasa bukan tanda yang lain.
Perubahan linguistik di Amerika pada tahun 1970-an diilhami oleh karya filsuf-filsuf seperti : Austi (1962) dan Searle (1969), yang melimpahkan banyak perhatian pada bahasa. Teori mereka mengenai tindak ujaran mempengaruhi perubahan linguistik dari pengkajian bentuk-bentuk bahasa (yang sudah mapan dan merata pada tahun 1950-1960-an) ke arah fungsi-fungsi bahasa dan pemakaiannya dalam komunikasi.
Di Indonesia konsep pragmatik baru diperkenalkan pertama kali dalam kurikulum bidang studi Bahasa Indonesia (Kurikulum 1984) yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bila dibandingkan dengan munculnya istilah pragmatik (1938) kita tampaknya jauh ketinggalan dari mereka. Yang penting adalah apa sebenarnya yang dimaksud dengan pragmatik dalam hubungannya dengan kajian bahasa.
2.2.2 Perkembangan Pragmatik
Jangkauan linguistik yang semakin luas menyebabkan berubahnya pandangan mengenai hakikat bahasa dan mengenai batasan linguistik. Para strukturalis Amerika yakin sekali bahwa linguistik adalah termasuk ilmu eksakta dan karena itu berusaha keras agar masalah dibuang dari bidang ini. Namun ketika Chomsky mulai menerima sinonim sebagai salah satu data linguisti dasariah, ia telah membuka dasar ilmu semantik. Kemudian murid- murid Chomsky tidak puas dan menemukan bahwa betapa sulitnya memisahkan makna dari konteksnya, karena makna itu berbeda dari konteks yang satu dengan yang lainnya. Akibatnya iakah semantik masuk dalam pragmatik.
Mey (1998), seperti dikutip oleh Gunarwan (2004: 5), mengungkapkan bahwa pragmatik tumbuh dan berkembang dari empat kecenderungan atau tradisi, yaitu: (1) kecenderungan antisintaksisme; (2) kecenderungan sosial-kritis; (3) tradisi filsafat; dan (4) tradisi etnometodologi.
Kecenderungan yang pertama, yang dimotori oleh George Lakoff dan Haji John Robert Ross, menolak pandangan sintaksisme Chomsky, yaitu bahwa dalam kajian bahasa yang sentral adalah sintaksis, dan bahwa fonologi, morfologi, dan semantik bersifat periferal. Menurut Lakoff dan Ross, keapikan sintaksis (Wellformednes) bukanlah segalanya. Sebab seperti yang sering kita jumpai komunikasi tetap berjalan dengan penggunaan bentuk yang tidak baik secara sintaksis (ill- formed), bahkan semantik (Gunarwan 2004: 6).
Kecenderungan kedua, yang tumbuh di Eropa, tepatnya di Britania, Jerman, dan Skandinavia (Mey 1998: 717 (dalam Gunarwan 2004: 6)), muncul dari keperluan terhadap ilmu bahasa yang secara sosial relevan, bukan yang sibuk dengan deskripsi bahasa semata-mata secara mandiri. Tradisi yang keiga dipelopori oleh Bertrand Russell, Ludwig Wittgenstein dan terutam John L. Austin dan John R. Searle, adalah tradisi filsafat. Para pakar tersebut mengkaji bahasa, termasuk penggunaannya dalam kaitannya dengan logika/ Leech (1983: 2), seperti dikutip Gunarwan (2004: 7), mengemukakan bahwa pengaruh para filsuf bahasa misalnya Searle dan Grice dalam pragmati lebih besar daripada pengaruh Lakoff dan Ross.
Tradisi yang keempat adalah tradisi tradisi etnometodologi, yaitu cabang sosiologi yang mengkaji cara para anggota masyarakat tutur (speech community) mangorganisasi dan memahami kegiatan mereka. Dalam etnometodologi, bahasa dikaji bukan berdasarkan aspek kegramatikalannya, melainkan berdasarkan cara para peserta interaksi saling memahami apa yang mereka ujarkan. Dengan kata lain, kajian bahasa dalam etnometodologi lebih ditekankan pada komunikasi, bukan tata bahasa (Gunarwan 2004: 6).
2.2.3 Pandangan struktural dan pandangan pragmatik
Dalam analisis struktural yang dibahas adalah bentuk. Suatu kalimat dianalisis dengan mengamati yang mana subyek dan predikat dalam kalimat tersebut. Bagian yang berupa subyek dapat dipotong-potong lagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, demikian juga dengan predikatnya. Dan bagian-bagian tersebut masih dapat dipotong-potong lebih lanjut dan diteruskan sampai pada bagian yang paling kecil. Dalam analisis struktural konteks pemakaian kalimat tidak ikut diperhitungkan
Contoh kalimat:
Könnten Sie mir helfen?
Dilihat dari segi bentuknya, kalimat Könnten Sie mir helfen? Merupakan kalimat interogatif, tetapi dari segi fungsinya kalimat tersebut tidak dimaksudkan untuk menanyakan tentang kemampuan (bisa tidaknya) orang yang diajak bicara. Dari segi fungsinya kalimat tersebut bermakna perintah (secara tidak langsung). Makna yang sama dapat juga diutarakan dengan konstruksi imperatif sehingga menjadi kalimat berikut ini.
Helfen Sie mir!
Tentu saja konteksnya menjadi lain pula. Dengan mengamati kapan suatu perintah dibahasakan dengan konstruksi imperatif dan kapan perintah itu dibahasakan dengan konstruksi interogatif, maka akan terlihat perbedaan yang berhubungan dengan siapa dan kepada siapa kalimat tersebut diucapkan.
Konteks menjadi patokan utama dalam analisis pragmatik, sehingga dalam analisis pragmatik dibahas tentang hal-hal sebagai berikut:
1. suatu satuan lingual (dapat dipakai untuk mengungkapkan sejumlah fungsi di dalam komunikasi)
2. suatu fungsi komunikatif tertentu dapat diungkapkan dengan sejumlah satuan lingual
2.2.4 Pragmatik dalam Linguistik
Seperti uraikan sebelumnya, salah satu kecenderungan yang melatarbelakangi berkembangnya pragmatik adalah antisintaksisme Lakoff dan Ross. Dalam sintaksis, seperti dikemukakan oleh Yule (1996: 4), dipelajari bagaimana hubungan antarbentuk linguistis, bagaimana bentuk-bentuk tersebut dirangkai dalam kalimat, dan bagaimana rangkaian tersebut dapat dinyatakan well-formed secara gramatikal. Secara umum, sintaksis tidak mempersoalkan baik makna yang ditunjuknya maupun pengguna bahasanya, sehingga bentuk seperti kucing menyapu halaman, meskipun tidak dapat diverifikasi secara empiris, tetap dapat dinyatakan apik secara sintaksis.
Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan bahasa tidak semata-mata didasarkan atas prinsip well-formed dalam sintaksis, melainkan atas dasar kepentingan agar komunikasi tetap dapat berjalan. Lebih tepatnya, dengan mengikuti kecenderungan dalam etnometodologi, bahasa digunakan oleh masyarakat tutur sebagai cara para peserta interaksi saling memahami apa yang mereka ujarkan. Atas dasar ini, pertama, dapat dipahami, dan memang sering kita temukan, bahwa komunikasi tetap dapat berjalan meskipun menggunakan bahasa yang tidak apik secara sintaksis; dan kedua, demi kebutuhan para anggota masyarakat tutur untuk mangorganisasi dan memahami kegiatan mereka, selain tata bahasa, makna juga merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam analisis bahasa. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa perbedaan utama antara sintaksis dan pragmatik, sekaligus menyatakan pentingnya studi pragmatik dalam linguistik, terletak pada makna ujaran dan pada pengguna bahasa.
Pembahasan tentang makna membawa kita pada pentingnya semantik, yaitu tataran linguistik yang mengkaji hubungan antara bentuk-bentuk linguistik (linguistic forms) dan entitas yang terdapat di luar bahasa, dalam analisis bahasa. Berdasarkan truth conditional semantics, untuk dapat dinyatakan benar, sebuah pernyataan harus dapat diverifikasi secara empiris atau harus bersifat analitis. Dengan demikian, bentuk kucing menyapu halaman adalah bentuk yang tidak berterima secara semantis, karena tidak dapat diverifikasi secara empiris dan bukan termasuk pernyataan logika. Namun demikian, pembahasan makna dalam semantik belum memadai, karena masih mengabaikan unsur pengguna bahasa, sehingga bentuk seperti seandainya saya dapat berdiri tentu saya tidak akan dapat berdiri dan saya akan datang besok pagi, meskipun bentuk seperti ini dapat saja kita jumpai, tidak dapat dinyatakan benar karena yang pertama menyalahi logika dan yang kedua tidak dapat diverifikasi langsung. Dengan kata lain, untuk menjelaskan fenomena pemakaian bahasa sehari-hari, di samping sintaksis dan semantik, dibutuhkan juga pragmatik yang dalam hal ini saya pahami sebagai bidang yang mengkaji hubungan antara struktur yang digunakan penutur, makna apa yang dituturkan, dan maksud dari tuturan. Kegunaan pragmatik, yang tidak terdapat dalam sintaksis dan semantik, dalam hal ini dapat ditunjukkan dengan, misalnya, bagaimana strategi kesantunan mempengaruhi penggunaan bahasa, bagaimana memahami implikatur percakapan, dan bagaimana kondisi felisitas yang memungkinkan bagi sebuah tindak-tutur.
Selanjutnya, untuk melihat pentingnya pragmatik dalam linguistik, saya akan mengemukakan pendapat Leech (1980). Menurut Leech (dalam Eelen 2001: 6) perbedaan antara semantik dan pragmatik pada, pertama, semantik mengkaji makna (sense) kalimat yang bersifat abstrak dan logis, sedangkan pragmatik mengkaji hubungan antara makna ujaran dan daya (force) pragmatiknya; dan kedua, semantik terikat pada kaidah (rule-governed), sedangkan pragmatik terikat pada prinsip (principle-governed). Tentang perbedaan yang pertama, meskipun makna dan daya adalah dua hal yang berbeda, keduanya tidak dapat benar-benar dipisahkan, sebab daya mencakup juga makna. Dengan kata lain, semantik mengkaji makna ujaran yang dituturkan, sedangkan pragmatik mengkaji makna ujaran yang terkomunikasikan atau dikomunikasikan. Selanjutnya, kaidah berbeda dengan prinsip berdasarkan sifatnya. Kaidah bersifat deskriptif, absolut atau bersifat mutlak, dan memiliki batasan yang jelas dengan kaidah lainnya, sedangkan prinsip bersifat normatif atau dapat diaplikasikan secara relatif, dapat bertentangan dengan prinsip lain, dan memiliki batasan yang bersinggungan dengan prinsip lain.
Lebih jauh lagi, dalam pengajaran bahasa, seperti diungkapkan Gunarwan (2004: 22), terdapat keterkaitan, yaitu bahwa pengetahuan pragmatik, dalam arti praktis, patut diketahui oleh pengajar untuk membekali pemelajar dengan pengetahuan tentang penggunaan bahasa menurut situasi tertentu. Dalam pengajaran bahasa Indonesia, misalnya, pengetahuan ini penting untuk membimbing pemelajar agar dapat menggunakan ragam bahasa yang sesuai dengan situasinya, karena selain benar, bahasa yang digunakan harus baik. Dalam pengajaran bahasa asing, pengetahuan tentang prinsip-prinsip pragmatik dalam bahasa yang dimaksud penting demi kemampuan komunikasi yang baik dalam bahasa tersebut. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa kaitan antara pragmatik dan pengajaran bahasa adalah dalam hal kompetensi komunikatif yang mencakup tiga macam kompetensi lain selain kompetensi gramatikal (grammatical competence), yaitu kompetensi sosiolinguistik (sociolinguistic competence) yang berkaitan dengan pengetahuan sosial budaya bahasa tertentu, kompetensi wacana (discourse competence) yang berkaitan dengan kemampuan untuk menuangkan gagasan secara baik, dan kompetensi strategik (strategic competence) yang berkaitan dengan kemampuan pengungkapan gagasan melalui beragam gaya yang berlaku khusus dalam setiap bahasa.


kalo da kesalahan maapin y??????

Interferensi dan Integrasi


BAB I
PENDAHULUAN

Sebagai alat komunikasi dan interaksi yang hanya dimiliki oleh manusia, bahasa dapat dikaji secara internal maupun eksternal. Kajian secara internal artinya pengkajian itu hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa itu saja, seperti struktur fonologisnya, morfologisnya atau struktur sintaksisnya. Kajian secara internal ini dilakukan dengan menggunakan teori-teori dan prosedur-prosedur yang ada dalam disiplin linguistik saja. Sebaliknya, kajian secara eksternal berarti bahwa kajian itu dilakukan terhadap hal-hal atau faktor-faktor yang berada di luar bahasa, yang berkaitan dengan pemakaian bahasa itu oleh para penuturnya di dalam kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan. Pengkajian secara eksternal ini akan menghasilkan kaidah-kaidah yang berkenaan dengan kegunaan dan penggunaan bahasa tersebut dalam kehidupan masyarakat. Pengkajian secara eksternal tidak hanya menggunakan prosedur dan teori linguistik saja, tetapi juga menggunakan teori dan prosedur disiplin lain yang berkaitan dengan penggunaan bahasa itu. Misalnya sosiologi, psikologi dan antropologi.
Kajian yang bersifat antar disiplin ini (sosiologi, psikologi dan antropologi) selain untuk merumuskan kaidah-kaidah teoretis antardisiplin juga bersifat terapan. Artinya, hasilnya digunakan untuk memecahkan dan mengatasi masalah- masalah yang ada dalam kehidupan praktis masyarakat. Berbeda dengan kajian secara internal, yang hanya menyusun kaidah atau teori linguistik “murni”. Dalam hal ini, tentu saja sebelum orang tersebut terjun dalam kegiatan kajian antardisiplin itu, terlebih dahulu dia harus mempelajari kajian internal linguistik. Tanpa mengenai pemahaman yang cukup mengenai kajian internal, seseorang tentu saja akan mendapatkan kesulitan. Dalam kajian linguistik secara umum kajian secara internal ini lazim disebut kajian bidang mikrolinguistik, dan kajian secara eksternal disebut kajian bidang makrolinguistik.



BAB II
PEMBAHASAN
Interferensi dan integrasi merupakan dua topik dalam sosiolinguistik yang terjadi akibat adanya penggunaan dua bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur yang multilingual. Keduanya berkaitan erat dengan masalah alih kode dan campur kode. Bila alih kode adalah peristiwa penggantian bahasa atau ragam bahasa oleh seorang penutur karena adanya sebab-sebab tertentu dan dilakukan dengan sadar, sedangkan campur kode adalah digunakannya serpihan-serpihan dari bahasa lain dalam menggunakan suatu bahasa, maka dalam peristiwa interferensi digunakan unsur-unsur bahasa lain dalam menggunakan suatu bahasa, yang dianggap sebagai suatu kesalahan karena menyimpang dari kaidah atau aturan bahasa yang digunakan. Penyebab terjadinya interferensi adalah kemampuan si penutur dalam menggunakan bahasa tertentu sehingga dipengaruhi oleh bahasa lain. Interferensi terjadi dalam menggunakan bahasa kedua, dan yang berinterferensi ke dalam bahasa kedua itu adalah bahasa pertama atau bahasa ibu.
2.1 Interferensi
Istilah imterferansi pertama kali digunakan oleh Weinreich (1953) untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur bilingual. Sedangkan penutur bilingual yaitu penutur yang menggunakan dua bahasa secara bergantian dan penutur multilingual yaitu penutur yang dapat menggunakan banyak bahasa secara bergantian. Weinreich menganggap bahwa interferensi sebagai gejala penyimpangan dari norma-norma kebahasaan yang terjadi pada penggunaan bahasa seorang penutur sebagai akibat pengenalannya terhadap lebih dari satu bahasa, yakni akibat kontak bahasa.
Dalam peristiwa interferensi digunakan unsur bahasa lain dalam menggunakan suatu bahasa, yang dianggap suatu kesalahan karena menyimpang dari kaidah atau aturan bahasa yang digunakan. Dan kemampuan penutur bilingual maupun penutur multilingual dalam menggunakan bahasa tertentu sehingga terpengaruh bahasa lain merupakan penyebab terjadinya interferensi. Kemampuan setiap penutur terhadap bahasa yang pertama digunakan dengan bahasa kedua itu bervariasi. Ervin dan Osgood (1965:139) menyatakan bahwa penutur berkemampuan berbahasa sejajar jika penutur bilingual mempunyai kemampuan terhadap bahasa 1 dengan bahasa 2 sama baiknya, artinya penutur bilingual tidak mempunyai kesulitan untuk menggunakan kedua bahasa itu kapan saja diperlukan, karena tindak laku kedua bahasa tersebut terpisah dan bekerja sendiri-sendiri. Sedangkan penutur berkemampuan bahasa majemuk yaitu penutur yang kemampuan berbahasa 2 lebih rendah atau berbeda dengan kemampuan berbahasa 1, artinya penutur mempunyai kesulitan dalam menggunakan bahasa 2 karena dipengaruhi bahasa 1. Hartman dan Stork (1972:15) tidak menyebut interferensi sebagai „pengacauan“ atau „ kekacauan“, melainkan „kekeliruan“, yang terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa kedua.
Weinreich membedakan tipe interferensi dalam bidang fonologi menjadi: interferensi substitusi (penutur Bali), interferensi overdiferensiasi (penutur Tapanuli dan Jawa), interferensi underdeferensi (penutur Jepang), dan interferensi reinterpretasi (penutur Hawai). Ahli linguistik edukasional William Mackey berpendapat bahwa interferensi itu adalah gejala penggunaan unsur- unsur satu bahasa dalam bahasa lainnya ketika seorang penutur mempergunakan bahasa-bahasa itu. Faktor utama yang dapat menyebabkan interferensi itu antara lain adalah adanya perbedaan di antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Perbedaan yang tidak saja dalam struktur bahasa melainkan juga keragaman kosakatanya. Gejala itu sendiri terjadi sebagai akibat pengenalan atau pengidentifikasian penutur terhadap unsur-unsur tertentu dari bahasa sumber, kemudian memakainya dalam bahasa sasaran.
Di samping itu, setiap bahasa manapun tidak pernah berada pada satu keadaan tertentu. Ia selalu berubah sesuai dengan perubahan zaman. Setiap bahasa mempunyai caranya sendiri-sendiri dalam mengembangkan unsur-unsurnya itu. Proses perkembangan ini tergantung selain kepada unsur internal bahasa itu sendiri, yakni kesiapan bahasa menerima perubahan yang terjadi pada bahasa itu sendiri juga pada faktor eksternal bahasa, seperti tuntutan keadaan soaial budaya, tuntutan perkembangan IPTEK, tuntutan politik bahasa dan lain- lain.
Interferensi dianggap gejala yang sering terjadi dalam penggunaan bahasa. Di zaman modern ini, persentuhan bahasa sudah sedemikian rumit, baik sebagai akibat dari mobilisasi yang semakin tinggi maupun sebagai kemajuan teknologi komunikasi yang sangat pesat, maka interferensi dapat dikatakan sebagai gejala yang dapat mengarah kepada perubahan bahasa terbesar, terpenting dan paling dominan saat ini.
Jenis Interferensi
1. Interferensi bunyi/Phonetik
Interferensi terjadi bila bila penutur itu mengidentifikasifonem sistem bahasa pertama (bahasa sumber atau bahasa yang sangat kuat mempengaruhi seorang penutur) dan kemudian memakainya dalam sistem bahasa kedua (bahasa sasaran). Dalam mengucapkan kembali bunyi itu, dia menyesuaikan pengucapannya dengan aturan fonetik bahasa pertama. Penutur dari jawa selalu menambahkan bunyi nasal yang homorgan di muka kata-kata yang dimulai dengan konsonan /b/, /d/, /g/, dan /j/, misalnya pada kata:
/mBandung/, /mBali/, /nDaging/, /nDepok/, /ngGombong/, /nyJambi/
dalam pengucapan kata-kata tersebut telah terjadi interferensi tata bunyi bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia.
2. Interferensi Tatabahasa/Morfologi
Terjadi apabila seorang penutur mengidentifikasi morfem atau tata bahasa pertama dam kemudian menggunakannya dalam bahasa kedua. Interferensi tata bentuk kata atau morfologi terjadi bila dalam pembentukan kata-kata bahasa pertama penutur menggunakan atau menyerap awalan atau akhiran bahasa kedua.
Misalnya awalan ke- dalam kata ketabrak, seharusnya tertabrak, kejebak seharusnya terjebak, kekecilan seharusnya terlalu kecil
Dalam bahasa Arab ada sufiks -wi dan -ni untuk membentuk adjektif seperti dalam kata-kata manusiawi, inderawi, dan gerejani
Tipe lain interferensi ini adalah interferensi struktur. Yaitu pemakaian struktur bahasa pertama dalam bahasa kedua. Misalnya kalimat dalam bahasa Inggris, I and my friend tell that story to my father sebagai hasil terjemahan dari saya dan teman saya menceritakan cerita itu kepada ayah saya. Dalam kalimat bahasa Inggris tersebut tampak penggunaan struktur bahasa dalam bahasa Indonesia. Padahal terjemahan yang baik tersebut sebenarnya adalah My friend and i tell that story to my father. Contoh dalam bahasa Jerman, ich und mein Freund gehen ins Kino sebagai terjemahan dari saya dan teman saya pergi ke bioskop. Padahal susunan kalimat yang benar adalah, mein Freund und ich gehen ins Kino.
3. Interferensi Kosakata/Sintaksis
Interferensi ini terjadi karena pemindahan morfem atau kata bahasa pertama ke dalam pemakaian bahasa kedua. Bias juga terjadi perluasan pemakaian kata bahasa pertama, yakni memperluas makna kata yang sudah ada sehingga kata dasar tersebut memperoleh kata baru atau bahkan gabungan dari kedua kemungkinan di atas.
Interferensi kata dasar terjadi apabila misalnya seorang penutur bahasa Indonesia juga menguasai bahasa Inggris dengan baik, sehingga dalam percakapannya sering terselip kata-kata bahasa Inggris, sehingga sering terjebak dalam interferensi.
Contohnya:
· Planningku setelah lulus sarjana adalah melanjutkan sekolah ke luar negeri.
· Mereka akan married bulan depan.
· Atau juga seorang penutur yang selain pintar berbahasa Indonesia juga pintar berbahasa Jerman. Contohnya dalam kalimat, …..danke sebelumnya.
4. Interferensi Tatamakna/Semantik
Interferensi dalam tata makna dapat dibagi menjadi tiga bagian.
a. Interferensi perluasan makna atau expansive interference, yakni peristiwa penyerapan unsur- unsur kosakata ke dalam bahasa lainnya. Misalnya konsep kata Distanz yang berasal dari kosakata bahasa Inggris distance menjadi kosakata bahasa Jerman. Atau kata democration menjadi Demokration dan demokrasi.
b. Interferensi penambahan makna atau additive interference, yakni penambahan kosakata baru dengan makna yang agak khusus meskipun kosakata lama masih tetap dipergunakan dan masih mempunyai makna lengkap. Misalnya kata Father dalam bahasa Inggris atau Vater dalam bahasa Jerman menjadi Vati.
Pada usaha-usaha ‘menghaluskan’ makna juga terjadi interferensi, misalnya: penghalusan kata gelandangan menjadi tunawisma dan tahanan menjadi narapidana.
c. Interferensi penggantian makna atau replasive interference, yakni interferensi yang terjadi karena penggantian kosakata yang disebabkan adanya perubahan makna seperti kata saya yang berasal dari bahasa melayu sahaya.
Dengan contoh-contoh di atas maka dapat dibedakan antara campur kode dengan inteferensi. Campur kode mengacu pada penggunaan serpihan bahasa lain dalam suatu bahasa, sedangkan interferensi mengacu pada penyimpangan dalam penggunaan suatu bahasa dengan memasukkan sistem bahasa lain. Tetapi serpihan-serpihan berupa klausa dari bahasa lain dalam suatu kalimat bahasa lain masih bisa dianggap sebagai peristiwa campur kode dan juga interferensi.
Dari segi „kemurnian bahasa“, interferensi dapat „merusak“ bahasa. Dari segi pengembangan bahasa, interferensi merupakan suatu mekanisme yang sangat penting untuk memperkaya dan mengembangkan suatu bahasa untuk mencapai taraf kesempurnaan bahasa sehingga dapat digunakan dalam segala bidang kegiatan. Bahkan Hocket (1958) mengatakan bahwa interferensi merupakan suatu gejala terbesar, terpenting dan paling dominan dalam bahasa.
Kontribusi utama interferensi yaitu bidang kosakata. Bahasa yang mempunyai latar belakang sosial budaya, pemakaian yang luas dan mempunyai kosakata yang sangat banyak, akan banyak memberi kontribusi kosakata kepada bahsa-bahasa yang berkembang dan mempunyai kontak dengan bahasa tersebut. Dalam proses ini bahasa yang memberi atau mempengaruhi disebut bahasa sumber atau bahasa donor, dan bahasa yang menerima disebut bahasa penyerap atau bahas resepien, sedangkan unsur yang diberikan disebut unsur serapan atau inportasi.
Menurut Soewito (1983:59) interferensi dalam bahasa indonesia dan bahasa-bahasa nusantara berlaku bolak balik, artinya, unsur bahasa daerah bisa memasuki bahasa indonesia dan bahasa indonesia banyak memasuki bahasa daerah. Tetapi dengan bahasa asing, bahasa indonesia hanya menjadi penerima dan tidak pernah menjadi pemberi.
Unsur- unsur dalam Interferensi
Sekurang- kurangnya ada tiga unsur penting yang mengambil peranan dalam terjadinya proses interferensi yaitu:
- Bahasa sumber (source language) atau biasa dikenal dengan sebutan bahasa donor. Bahasa donor adalah bahasa yang dominan dalam suatu masyarakat bahasa sehingga unsur-unsur bahasa itu kerapkali dipinjam untuk kepentingan komunikasi antar warga masyarakat.
- Bahasa sasaran atau bahasa penyerap (recipient). Bahasa penyerap adalah bahasa yang menerima unsur- unsur asing itu dan kemudian menyelaraskan kaidah- kaidah pelafalan dan penulisannya ke dalam bahsa penerima tersebut.
- Unsur serapannya atau importasi (importation). Hal yang dimaksud di sini adalah beralihnya unsur- unsur dari bahasa asing menjadi bahasa penerima.

2.2 Integrasi
Interferensi dan integrasi timbul sebagai akibat kontak bahasa, yakni pemakaian satu bahasa di dalam bahasa sasaran atau kebalikannya yang terjadi pada seorang penutur bilingual. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Perbedaannya adalah interferensi dianggap sebagai penyimpangan dalam penggunaan bahasa tulis maupun lisan yang terjadi pada suatu masyarakat bahasa, sementara integrasi tidak dianggap sebagai gejala penyimpangan dikarenakan unsur-unsur bahasa sumber itu telah disesuaikan dengan bahasa sasarannya dan dianggap sebagai perbendaharaan kata baru. Integrasi dipandang sebagai sesuatu yang diperlukan jika tidak ada padanan kata dalam bahasa sasaran.
Mackey (1968) menjelaskan bahwa integrasi adalah unsur-unsur bahasa lain yang digunakan dalam bahasa tertentu dan dianggap sudah menjadi warga bahasa tersebut. Mulanya seorang penutur menggunakan unsur bahasa lain sebagai unsur pinjaman karena merasa diperlukan, kemudian unsur asing yang digunakan itu bisa diterima dan digunakan juga oleh orang lain, sehingga unsur tersebut berstatus telah berintegrasi.
Proses penerimaan unsur bahasa asing, khususnya unsur kosakata, dalam bahasa Indonesia, awalnya dilakukan secara audial. Artinya, mula-mula penutur Indonesia mendengar butir-butir leksikal dari penutur aslinya, lalu mencoba menggunakannya (didengar-diujarkan-dituliskan). Oleh karena itu, kosakata yang diterima secara audial menampakkan ciri ketidakteraturan jika dibandingkan dengan kosakata aslinya.
Penyerapan unsur asing bukan hanya melalui penyerapan kata asing disertai penyesuaian lafal dan ejaan, tetapi dilakukan dengan cara: (1) penerjemahan langsung , artinya kosakata itu dicarikan padanannya dan (2) penerjemahan konsep, artinya, kosakata asing itu diteliti baik-baik konsepnya lalu dicarikan kosakata yang konsepnya dekat dengan kosakata asing tersebut. Jika sebuah kata serapan ada pada tingkat integrasi, maka kata serapan itu sudah disetujui dan proses yang terjadi dalam integrasi ini lazim disebut konvergensi. Setiap bahasa akan mengalami interfernsi kemudian disusul dengan peristiwa integrasi. Selain itu, tidak sedikit kosakata yang berasala dari satu bahasa lalu tersebar luas dan bersifat universal sehingga orang tidak merasa perlu menyerap sampai pada tingkat integrasi.
Integrasi dapat terjadi pada semua bidang linguistik suatu bahasa. Pada bidang kosakata dalam bahasa Indonesia misalnya muncul kata-kata seperti aljabar, bendera, fisika, jendela, kabar, kimia, matematika, mobil, pulpen, televisi, telepon, dan lain-lainl yang merupakan integrasi dari bahasa asing. Atau kata-kata seperti batik, cewek, cowok, jorok, nyeri, pantas, cacingan, dan lain sebagainya sebagai akibat peristiwa integrasi dari bahasa Indonesia.
Pada bidang morfologi terjadi pula peristiwa integrasi. Hal ini bisa diketahui dengan sering dipakainya kata-kata kabupaten, manunggal, praduga, wara-wiri, dan lain-lain yang berasal dari bahasa daerah. Juga kata-kata diskualifikasi, klasifikasi, dispensasi, interferensi, integrasi dan lain sebagainya adalah merupakan integrasi dari bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia.
Dalam bidang sintaksis contohnya Ayahnya si Ali sakit seharusnya Ayah si Ali sakit dan buku itu sudah dibeli oleh saya seharusnya buku itu sudah saya beli.
Kemungkinan akibat interferensi dan integrasi terhadap bahasa resipien :
1. Bahasa resipien tidak mengalami pengaruh yang bersifat mengubah sistem apabila tidak ada kemungkinan untuk mengadakan pembaruan atau pengembangan dalam bahsa resipien tersebut. Tetapi menurut Jakobson (1972:491) bahasa resipien akan mengalami penambahamn kosakata.
2. Bahasa resipien mengalami perubahan system pada subsistem fonologi, morfologi, sintaksis maupun subsistem lainnya. Bagi Weinreich (1968:1-2) interferensi mengandung pengertian penyusunan kembali pola-pola dasar donor menurut system bahasa resipien, sehingga interferensi memberi pengaruh bagi system bahasa resipien.
3. Kedua bahasa yang bersentuhan itu sama-sama menjadi donor dalam pembentukan alat komunikasi verbal baru yang disebut pijin.
BAB III
SIMPULAN

Interferensi dan integrasi merupakan bagian dari sosiolinguistik yang terjadi akibat adanya penggunaan dua bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur yang multilingual. Interferensi dan integrasi timbul sebagai akibat kontak bahasa, yakni pemakaian satu bahasa di dalam bahasa sasaran atau kebalikannya yang terjadi pada seorang penutur bilingual. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena berkaitan erat dengan alih kode dan campur kode. Dalam peristiwa interferensi digunakan unsur-unsur bahasa lain dalam menggunakan suatu bahasa, yang dianggap sebagai suatu kesalahan dalam penggunaan bahasa tulis maupun lisan yang terjadi pada suatu masyarakat bahasa, karena menyimpang dari kaidah atau aturan bahasa yang digunakan. Penyebab terjadinya interferensi adalah kemampuan si penutur dalam menggunakan bahasa tertentu sehingga dipengaruhi oleh bahasa lain. Sedangkan integrasi dipandang sebagai sesuatu yang diperlukan jika tidak ada padanan kata dalam bahasa sasaran sehingga akhirnya menjadi perbendaharaan kata baru yang telah disesuaikan ejaan dan pelafalannya dengan bahasa sasarannya dan dianggap sebagai perbendaharaan kata baru.

Immanuel Kant


Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari bahasa Arab falsafah, dalam bahasa Belanda disebut filosofi dan dalam bahasa Yunani disebut philosophia. Kata ini berasal dari kata (philia: persahabatan, cinta) dan (Sophia: kebijaksanaan) jadi artinya adalah seorang pencinta kebijaksanaan atau ilmu atau cinta kepada kebenaran. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut filsuf. Definisi kata filsafat artinya ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran atas segala sesuatu atau disebut juga studi yang mempelajari seluruh fenomena kehiduan dan pemikiran manusia secara kritis. Menurut beberapa filsuf, pengertian filsafat secara terminologi yaitu
1.Plato
Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada, ilmu yang berminat untuk mencapai kebenaran yang asli.
2.Aristoteles
Filsafat adalah ilmu yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
3.Immanuel Kant
Filsafat merupakan ilmu pokok dari segala pengetahuan yang meliputi empat persoalan yaitu :
Apakah yang dapat kita ketahui?-metafisika
Apakah yang boleh kita kerjakan?-etika
Sampai dimanakah pengharapan kita ?-agama
Apakah manusia itu?-antropologi
Dalam studi filsafat diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sam dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filsafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak disamping nuansa khas filsafat yaitu spekulasi, keraguan, dan ketertarikan.
4.Al Farabi
Filsafat ialah ilmu (pengetahuan) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya.
5.Rene Descartes
Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan dimana TUhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan

6.Langeveld
Filsafat adalah berpikir tentang masalah-masalah yang akhir dan yang menentukan, yaitu masalah –masalah yang mengenai makna keadaan, Tuhan keabadian dan kebebasan.
7.Hasbullah Bakry
Ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.

Klasifikasi Filsafat
Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama menanggapi edan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai denga latar belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat itu dibangun. Oleh karena itu filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang budayanya. Dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah dan latar belakang agama. Menurut wilayah filsafat dibagi menjadi: Filsafat Barat, Filsafat Timur dan Filsafat Timur Tengah. Sedangakn menurut latar belakang agam filsafat dibagi menjadi: Filsafat Islam, Filsafat Budha, Filsafat Hindu, dan Filsafat Kristen.
1.Filsafat Barat
Tokoh utama filsafat barat antara lain: Socrates, Plato, Thomas Aquinas, Rene Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche dan Jean Paul Sartre.
2. Filsafat Timur
Tokoh filsafat Timur antara lain: Siddharta Gautama, Bodhidharma, Lau Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan Mao Zedong.
3.Filsafat Timur Tengah
Beberap FilsufTimur Tengah yang terkenal yaitu: Avicenna (Ibnu Sina), Ibnu Tufail, Kahlil Gibran, Averoes.
4.Filsafat Islam
5.Filsafat Kristen

Sejarah Filsafat Barat
Sejarah filsafat barat bisa dibagi menurut pembagian berikut : filsafat klasik, abad pertengahan, modern, dan kontemporer.
1.Filsafat Klasik (Zaman Yunani 600SM-400M)
- Filsafat pra-sokrates
Tokoh-tokoh filsafat zaman ini antara lain: Thales, Anaximander, Anaximenes, Pythagoras, Xenophanes, Parmenides, Zeno, Herakleitos, Empedocles, Democritus, Anaxagoras.
- Puncak zaman Yunani
dicapai pada pemikiran filsafati Sokrates (470-399 sM), Plato (428-348 sM) dan Aristoteles (384-322 sM).
Tokoh-tokoh filsafat yang mencapai zaman keemasan antara lain : Sokrates, Plato, Aristoteles.
- Zaman Yunani Pasca Aristoteles
Ditandai oleh tiga aliran pemikiran filsafat, yaitu Stoisisme (Zeno, 333-262 sM) Epikurisme (Epikuros, 341-270 sM), Neo-platonisme (Plotinos, 205-270 M). tujuan hidup manusia.
2.Filsafat Abad Pertengahan (Zaman Patristik dan Skolastik 300M-1500M)
- Zaman Patristik (Para Bapa Gereja)
Tokoh zaman Patristik yaitu Agustinus.
Zaman Skolastik
1.Periode Skolastik Timur
- Mazhab Mu’tazila (725M-1025M)
Mashab falsafah pertama (830 - 1037 M)
Mashab Kalam Ashari
2.Periode Skolastik Barat
Tokoh zaman Skolastik adalah Thomas Aquinas
3.Filsafat Modern (Zaman Modern 1500M-1800M)
- Aliran Rasionalisme
- Aliran Empirisme
- Aliran Kritisisme
Pelopor aliaran ini adalah Immanuel Kant. Kant berpendapat bahwa pengetahuan tentang dunia berasal dari indera tetapi dalam akal ada factor-faktor yang menentukan bagaimana cara memandang dunia sekitar. Dia setuju dengan Hume bahwa kita tidak mengetahui secara pasti seperti apa dunia “itu sendiri” (“das Ding an sich”). Namun dunia itu hanya seperti tampak “bagiku” atu “bagi semua orang”. Ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia yaitu kondisi-kondisi lahiriah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita menangkapnya dengan indera kita dan kondisi-kondisi batiniah manusia mengenai proses-proses yang tunduk kepada hukum kausalitas.
Tokoh-tokoh filsafat modern antara lain : Machiavelli, Giordano Bruno, Francis Bacon, Rene Descartes, Baruch de Spinoza, Blaise Pascal, Leibniz, Thomas Hobbes, John Locke, George Barkeley, David Hume, William Wollaston, Anthony Collins, John Toland, Pierre Bayle, Denis Diderot, Jean le Rond d’Alembert, De la Mettri, condillac, Helvetius, Holbach, Volteire, Montesquie, De Nemours, Quesnay, Turgot, Rousseau, Thomasius, Ch Wolff, Reimarus, Mendelssohn, lessing, George Hegel, Immanuel Kant, fichte, Schelling, Schopenhauer, De Meistre, De Bonald, Chateaubriand, De Lamenneis, Destutt de Tracy, De volney, Cabanis, De Biran, Fourier, Saint Simon, Proudhon, A.Comte, JS mill, Spencer, Feuerbach, Karl Marx, Soren Kierkegaard, Friedrich Nietzsche, Edmund Husserl.
6.Filsafat Kontemporer
Tokoh-tokoh filsafat kontemporer antara lain :
Jean Baudrillard, Michel Foulcault, Martin Heidegger, Karl Popper, Bertrand Russell, Jean Paul Sartre, albert Camus, Jurgen Habermas, Richard Rotry, Feyerabend, Jacques Derrida, Mahzab Frankfurt.

Senin, 08 September 2008

JUst 4 U

Memaknai hati

Fai, ri bersyukur karena ri masih punya hati meski patah, meski terluka, meski sakit. It’s okey jika hatiku patah, bahkan sering patah. Karena aku jadi berpengalaman soal sambung-menyambung hati layaknya penjahit yang biasa menyambung kain hingga menjadi sebuah baju nan indah. Aku menjadi kreatif bagaimana menciptakan sambungan yang lebih baik lagi agar tidak mudah patah dan robek. It’s okey hatiku terluka dan sakit!!karena aku menjadi terampil dalam mengobatinya, menutup setiap luka yang menganga.
Suatu pembelajaran tersendiri bagiku. Jika aku bersabar menjahit keping demi keping patahan hati itu, tabah membalut luka, aku yakin hatiku akan menjadi baik lagi. Dimana disana aku bisa mengadu kesedihanku bersama kekasih sejatiku,Allah. Mata ini sudah lelah menangis, bibir ini telah lelah mengadu pilu. Raga inipun sudah hampir penat setelah mencurahkan seluruh tenaga untuk membuat suasana hati ini menjadi terasa nyaman.
Hari ini adalah hari terakhir aku menangisi kepergianmu. Sebagai gantinya akan kuberikan senyum termanisku untukmu J. Saatnya aku ganti kesedihan ini dengan cinta tak berperi yang telah dianugrahkan kepadaku sejak lama.
Sekarang, pejamkanlah mata sejenak. Tarik nafas dalam-dalam. Jangan lupa shalat lail di sepertiga malam terakhir.
“Setiap malam Tuhan kami turun ke langit terdekat ketika tersisa sepertiga malam terakhir, lalu firmanNya: Barang siapa memohon kepadaKu, niscaya Aku kabulkan untuknya. Barangsiapa meminta kepadaKu, niscaya Aku beri di, dan barangsiapa memohon ampun kepadaKu, maka niscaya Aku ampuni dia.” (HR Al-Bukhori dan Muslim).
OLEH SEBAB ITU, RI BERHARAP ABANG TAK PERNAH LUPA TUK MELAKUKANNYA AGAR APA YG KITA CITA-CITAKAN DIKABULKAN MA ALLAH SWT.